بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Minggu, 30 Juni 2013

Naskah Drama "Malin Kundang"


MALIN KUNDANG

BABAK 1
                                             Sebermula, di desa terpencil terdapat sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra Barat. Dikarenakan kondisi keuangan yang memprihatinkan, sang ayah pun memutuskan tuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. namun, ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung halamannya sehingga ibunya pun harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Bundo                : Malin! Dimana kamu?
Nurhaida            : Kak Malin baru mencari kayu dihutan Bundo. Sebentar pula pastilah kak Malin  kembali.
Bundo                : Ini sudahlah malam, kenapa Malin tak segera pulang , bukankah jika malam hutan itu menakutkan.
Malin                 : (dengan tergesa-gesa) Malin pulang Bundo.
Bundo                : Darimana saja kamu Malin?
Malin                 : Mencari kayu, syahadan menjualnya dan Inilah hasilnya (sambil memberikan uangnya)
Bundo               : Jika hari menjelang malam kamu harus pulang malin.
Nurhaida           : Sudahlah Bundo. Yang penting kan Kak Malin sudah sampai dirumah ini.

BABAK 2
                                          Malin adalah orang yang pintar, dan pekerja keras. Tetapi Malin juga nakal. Pagi – pagi sekali Malin pergi ke pantai untuk menangkap ikan. Biasanya dia berlayar bersama temannya yang bernama Sultan. Sedangkan ibu dan adiknya mencari kayu dan menjualnya di penduduk desa atau pesara.
Sultan                : Hei Malin!
Malin                 : Ya? (sambil menoleh ke arah Sultan)
Sultan                : Aku akan pulang ke kota. Aku sudah rindu kepada keluargaku disana.
Malin                 : Wahh, kota kah? Aku ingin sekali ke kota.
Sultan                : Ehm, sepertinya kalau kamu ikut aku ke kota bisa lin,. Mau tidak kau?
Malin                 : Boleh saja. Disana banyak pekerjaan bukan?
Sultan                : Tentu saja. Nanti aku kenalkan pada kedua adikku. Mereka elok-elok lin.
Malin                 : Baiklah. Kapan kita berangkat tan?
Sultan                : Secepatnya lin. Bagaimana kalau esok hari? Aku tunggu kau di sini.
Malin                 : baiklah.

BABAK 3
Sesampainya dirumah, Malin pun bercerita dan meminta restu pada bundonya.
Malin                : Bundo, Malin ingin merantau ke kota dengan Sultan.
Bundo               : Bundo tak setuju lin! Bagaimana bisa kau meninggalkan bundo dan Nurhaida? Apa kau tak ingat apa yang telah terjadi pada ayahmu?
Malin                : Tak bisa. Malin akan tetap pergi esok bundo!
Nurhaida          : (menghapiri)  iya kak malin?
Malin                : Aku akan merantau besok dengan Sultan. Dia akan pulang ke kota
Nurhaida          : Tapi kak, apakah kak Malin tak memikirkan bundo dan Nur?
Malin                : Aku tak peduli, aku tetap akan pergi ke kota dengan  atau tanpa ijin bundo dan Nur !
                      Akhirnya bundo setuju. Meski berat namun ia rela melepaskan Malin pergi merantau.

BABAK 4
Keesokan harinya di tepi pantai dekat rumah Malin
Sultan                : Ayo Malin!
Malin                 : Inikah kapalmu? (dengan wajah kaget)
Sultan                : Ini milih ayahku, kita akan ke kota dengan ini
Malin                 : Baiklah (dengan semangat sekali sambil naik kapal itu)

BABAK 5
                                             Dalam beberapa jam Malin dan Sultan pun telah sampai di kota,mereka terkejut melihat hal yang berbeda dari desa Malin dengan kota ini
Malin                 : Waaahhh ini yang namanya kota
Sultan                : Iya lin, sudahlah ayo kita kerumahku
Malin                 : Baiklah
Beberapa menit mereka tiba dirumah Sultan
Sultan                : Inilah rumahku lin, cukup sederhana bukan?
Malin                 : bagus sekali tan? (dengan rasa kagum di wajah nya)
Sultan                : Lin kau bisa tinggal disini sampai kau berhasil mendapatkan uang yang banyak
Malin                 : Terimakasih tan, kau memang sahabatku
Sultan pun memanggil kedua adiknya untuk diperkenalkan kepada Malin
Sultan                : Wi? Ros?  kemarilah.
Dewi & Rosita  : Kak Sultan kembali,ada apakah? (sambil menghampiri Sultan dan Malin)
Malin                 : Siapa gerangan ini tan? (terkejut melihat perempuan nan elok itu)
Sultan                : Inilah adik-adikku lin, aku kan berjanji padamu akan memperkenalkan mereka sesampainya di kota
Malin                 : Ini mereka, wah benar katamu tan. Mereka sangat elok (dengan mata melotot)
Sultan                : Ini Malin, teman kak sultan. Malin, ini Dewi dan Rosita
Dewi                 : (dengan wajah malu) senang bertemu dengan kau.
Rosita                : Hai! ( sambil tersenyum)
Sultan                : Berkedip lin, sedari tadi melotot terus
Malin                 : Ah, kau ini tan.

BABAK 6
                                             Setelah beberapa bulan Malin tinggal di kota dan bekerja di tempat ayahnya Sultan, Malin dan Dewi pun saling menaruh hati, namun Rosita tampak cemburu dengan Dewi.
Ketika Malin dan Dewi bebicara di ruang tamu.
                     Malin                 : Dewi kau amat cantik, tak adakah yang menginginkanmu
Dewi                 : Terimakasih lin, aku bukanlah tak mau ataupun tak ada, namun aku tak ingin di kecewakan
Malin                : Lelaki seperti apa yang kau inginkan Wi?
Dewi                 : Aku hanya ingin lelaki yang sungguh mencintaiku dan mampu menafkahiku, tak menelantarkanku lin.
Sebelum Malin melanjutkan, tiba-tiba datanglah Rosita
Rosita               : Ehm.. ehm.., rupanya sedang berbicara serius kalian, kak Dewi dipanggil kak Sultan di dalam! (sambil bermuka sinis)
Dewi                : Ada apa Ros? Kok sepertinya penting
Rosita              : Mana aku mengerti kak, sudahlah sana

Dewipun menghampiri sultan di dalam rumah,sultan tampaknya akan berbicara serius.
Dewi               : Ada apa gerangan kakakku?
Sultan              : Apa kau mencintai Malin Wi,kulihat kalian dekat sekali?
Dewi               : Kenapa pertanyaannya seperti itu?
Sultan              : Kalaupun iya tak apa Wi, ayah pun setuju, aku tlah berbicara kepada ayah, Malin seorang lelaki baik, tangguh, pekerja keras
Dewi               : Mungkin kak, Dewi takut Malin tak sama perasaannya denganku
Sultan              : Baiklah, aku akan berbicara kepada Malin esok hari, sudah sana kembali
Dewi pun keluar dan dia melihat Rosita menguping di balik pintu.
Dewi               : Kenapa kau disini?
Rosita              : Apakah kakak akan dijodohkan dengan Malin?
Dewi               : Sssttttt.....berbicara apa kau Ros, tak lah ! (dengan muka marah dan suara agak keras)
Rosita              : Sudahlah kakak tak usah berbohong,aku mendengarnya di balik pintu tadi,
Dewi tak berkata apa-apa dan langsung meninggalkan Rosita.

BABAK 7
Keesokan harinya sultan menemui Malin
Sultan              : Lin ada yang ingin ku bicarakan pada kau
Malin               : Apa itu Sultan ?
Sultan              : Ayahku telah menjodohkanmu dengan Dewi,apakah kau bersedia?
Malin               : Apa kau tak salah mengucap,aku akan menikah dengan Dewi?
Sultan              : Iya lin, aku bersungguh-sungguh
Malin               : Aku bersedia tan, aku memang sudah lama menaruh hati pada adikmu itu.
Dan setelah sultan mendengar jawaban Malin, Sultan pun mengatakan ke ayahnya dan kedua adiknya, Dewi merasa bahagia namun tak dengan Rosita. Ros kecewa, patah hati, namun tak ada yang bisa ros lakukan selain menerima, dan hari pernikahan Malin dan Dewi pun ditetapkan dan pernikahan itupun terlaksana dengan meriah, setelah pernikahan itu Malin diberi rumah dan harta yang banyak sehingga dia menjadi orang kaya.

BABAK 8
Sebermula, Dewi dan Malin berlayar ke sebuah pulau yang mungkin ternyata malapetaka bagi Malin sesampainya di pulau itu.
Dewi               : Begitu indah pulau ini,apa nama pulau ini Lin?
Malin               : Aku tak tahu, aku tak pernah singgah di pulau ini (dengan suara ketakutan).
Malin hanya berharap tak ada yang melihatnya disini, namun sepertinya itu tak mungkin. Dari kejauhan teryata ada yang melihatnya, sesosok perempuan yang tak asing baginya, perempuan itupun berlari dan mendekatinya.
Nurhaida         : Kaaaakkkk Maaalliiiiiinnnnnnnnnnnn
Dewi               : Sepertinya ada yang memanggilmu Lin
Malin               : Ah tak ada,kau salah mendengarnya(keringat dingin bercucuran dikeningnya)
Nurhaida         : Kak Malin,ini benarkah kak Malin?
Dewi               : Dia mengenalmu Lin,siap dia sebenarnya? (dengan muka kaget)
Malin               : Aku tak mengenalnya,sungguh
Nurhaida         : Ini aku Nurhaida kak, kenapa kau tak mengingatku, aku adikmu (menangis)
Bundo             : Nur ada apa?
Nurhaida         : Kak Malin kembali bundo
Bundopun terkejut dan langsung menghampiri mereka bertiga
Bundo             : Ini anakku Malin?(sambil menangis senang)
Malin               : Tidak!!! Kau siapa ibu tua bangka,aku tak mengenalmu !
Bundo             : Aku ibumu nak, aku yang telah mengandung dan melahirkan Malin, apa kau  tak ingat?
Malin               : Tak mungkin,tak usah mengarang cerita tua bangka,bundoku telah lama mati
Nurahida         : Kak malin telah lupa kepada kita bundo (sambil menangis)
Dewi               :Malin! siapa sebenarnya mereka?
Malin               : Aku tak tahu, aku tak mengenalnya
Bundo             : Dasar kau anak durhaka Malin ! aku bundomu !
Malin hanya diam
Bundo             : Terkutuk kau Malin,hatimu telah jadi batu !
Seketika itu mendungpun datang, petir-petir menyambar, dan petir yang besarpun menyambar Malin dan akhirnya malin menjadi batu.

Naskah Drama "Syair Kamelia"


Syair Kamelia



Nasib bunga diperantauan
Bertaut asa menyulam duka
Adat dan budaya dijunjung tinggi
Sopan dan santun
Telah dijaga,kenapadaku
Yang durjana ? Kasih entah
kemana, cinta jauh dimata
“AkulahKamelia yang
terbiar disangkar kerinduan
yang membakar”
Dimanakah tuan kini ?
Hilang dimata dihati tidak,
Berurai air mata kutagih
Janji, biar jadam ridho
Ku terima

 
 













Naskah oleh : Tri Aamalia Lestari

BAG. I

            Disuatu tempat kecil di Batavia, terdapat sebuah kampung bernama kampung melayu. Disana terdapat komunitas kecil daripada orang-orang melayu yang merantau. Tercipta suasana kampung yang asri seperti di kota melayu layaknya. Para penduduknya senang bersenda gurau. Di depan halaman rumah, Kamelia sedang menyapu halaman lalu lewatlah beberapa orang pemuda yang menyapa Kamelia dengan lirikan dan siulan, sesekali menyeru gadis desa itu. Kemudian disusul teman-teman dan tetangga Kamelia.  Merekapun saling menyapa bersenda gurau penuh keramahan, saling memberi nasehat dengan bersenandung dan menari bersama.
                   Setelah suasana kembali sepi, Kamelia meneruskan pekerjaannya di teras. Dari kejauhan datang Samsul dengan luka-luka di tubuhnya.
Kamelia    :    “ Abang ade apeni bang… ? Uww… pastilah abang betengka lagi, iye kan ? Sudah berape kali abang mace mini,tak jera ke ? ” ( sambil mengobati luka-luka Samsul ).
Samsul      :     “ Bukannye abang yang nak betengka, merekelah yang berani-berani nak tantang abang jadi ye abang terime aje. Tapi asal kau tau Kamelia, abang babak belo macam ni bukannye kalah, abang dihantam oleh tujuh orang Jawe tu, soal kecillah tu, satu due kali pukul tunggang langgang lah mereke lari.
                         Ha….ha…. ”
Kamelia    :    “ Abang-abang, jadi betul abang betengka lagi dengan orang-orang Jawe tu. Alamakjang……hari ini tujuh orang besuk sepuluh orang besok lagi satu kampunglah nak pukul abang, teruklah badan ! Kenapelah abang ni, suke sangatlah abang betengka, Kamelia yakin pasti abang yang belagak, itulah yang buat mereke meradang. ”
Samsul      :     “ Eh Kamelia sini abang nak cakap, kite ni orang Melayu yang terkenal jago dan terhormat jadi pantanglah bagi abang dikalahkan same orang-orang Jawe yang ilmunya tak cukup ( sambil menunjukkan kelingking ) pantang dek abang cume nak tunjuk meski kite ni tinggal di negeri orang tapi kite ni tetap orang Melayu yang hebat dan pantang menyerah.”
Kamelia    :    “ Abang cakap macam cume abang yang paling terhormat dimuke bumi ni. Sebut aje pengase jagad raye, nak menyaingi Tuhan ke ? kite ni duduk dekat perantauan bang, ini negri orang janganlah suke mengacau. Kite cume hidup bedue, mesti boleh jage diri dan adapt, tetapi bukan bemakne abang mesti betengka dengan orang-orang sini. Orang takkan hormat kite atau anggap kite ni terhormat, bile kite juge tak sopan. ”
Samsil       :     “ Hei kenape ni adek abang jadi marah-marah. Buruklah orang tengok, nanti orang kate bunge dese yang parasnye bak rembulan tu da redup.”
Kamelia    :    “ Abang dengalah cakap Kamelia kali ni aje, janganlah abang betengka lagi, abang tau sendiri kite ni masih dijajah Belanda, negri kite kan hanco, bile persatuan bangsa ini taka ade. Bukankah semestinye bangsa yang beragam ini menjadi satu buat menghadapi Belande. Entah tu orang Jawe, Melayu, Betawi ataupun Sunde, mereke semue tu saudare kite, hargailah prajurit yang susah payah beradu di medan perang ”.
Samsul      :     “Cakap kau macam ceramah kopral aje, sudahlah yang penting abang kau ni selamat, cume itukan yang kau risaukan. Kau tu
                         taulah alasan sebenarnye,abang betengka ni kerne abang tak suke dengar mereke betaruh demi merebutkan kau. Mereke pikir kau ni emas ape ? aku tak terime orang-orang Jawe tu perlakukan kau mom tu dan aku juge…. ”
Kamelia    :    “ abang sekali lagi Kamelia cakap, janganlah abang betengka lagi, Kamelia cume punye abang kalau abang terluke atau terbunuh siape nak tolong Kamelia ni ? ”














BAG. II

                   Disela pembicaraan Hamidah datang sambil berlari kecil.
Hamidah     :     “ Kamelia…! Kamelia…! ”
Kamelia       :     “ Hamidah kenape kau ni ? Ade ape ? ”
Hamidah     :     “ Ini aku…... ( terpotong karena terkesima melihat Samsul yang ada disebelah Kamelia ). Dia abangmu ? ( sambil berbisik dan tersenyum malu ).
Kamelia       :     “ Betul kenape ?... Owwh aku pahamlah ( sambil berbisik ). Bang Samsul die ni kawan Kamelia, namenye Hamidah orang Betawi asli, die ni jugelah yang kerap beri semur jengkol kesukaan abang tu. ”
Hamidah     :     ( Tersenyum salah tingkah sambil mencubit Kamelia lalu mengulurkan tangan pada Samsul dan disambut hangat pula )
                            “ Ngomong-ngomong abang suka semur jengkol juga ye ? Duh… aye jadi semangat ni masak, bukannya ape-ape bang, ancing aye punya kebun jengkol sebelas hektar bang, jadi enggak bakalan deh kehabisan kalau abang pesan semur jengkol ama aye . Kalau perlu Midah anterin setiap hari kalau abang demen mah ? ”
Samsul         :     “ Ah tak payahlah nanti buat susah Midah. Tapi abang betul-betul sukelah dengan semur jengkol Midah tu. Abang nak saran supaye Midah tu buke kedai aje. Sebenta ye abang nak ke belakang, cakap-cakap lah kalian dulu ”.
Kamelia       :     “ Hai  Midah  ade  ape  ni  kau cari aku, ade laying ke untuk aku ? ”
Hamidah     :     “ Kinclong juga otak lu, tau aje aye  bawa  beginian ( menyerahkan surat ). Eh abang lu cakep juga ye ? Kenapa nggak lu kenalin dari kemaren-kemaren ”.
Kamelia       :     “ Terime kasih ye Midah tak percume lah aku ni punye anak tukang pos. ”
Hamidah     :     “ Eh non ( menepuk bahu Kamelia ) aye ngomong abang lu, kenapa nggak kemaren-kemaren lu kenalin ke gue ? Heh dengar kagak sih ! ”
Kamelia       :     “ Iye….iye kalau takdir nak temukan kalian sekarang tak ape lah kan ”.
Hamidah     :     “ Gue sih sebenarnya udah sekali ngeliat abang lu, waktu abang lu berkelahi dipasar sama Jarwo, tapi aye kan belum tau ntu abang lu. ”
Kamelia       :     “ Ape cakap kau lah Midah, sekarang ni aku nak bace layang, pergilah kau balek dulu nona manis. ”
Hamidah     :     “ De ile  keterlaluan  banget lu jadi temen, baru aja gue kasih surat diusir ! ”.
Kamelia       :     “ Bukannye macam tu, aku nak bace laying sorang aje, malu lah aku ditengokkan engkau. ”
Samsul         :     “ Hem…hem… “ ( keluar dari pintu dan mengejutkan Kamelia dan Midah ).
Kamelia       :     “ Ah  tak  ade  ape-ape lah bang, tak taulah Midah ni katenye nak balek ( Midah  mencubit  Kamelia ) Auww….sakit tu ”  ( Kamelia tertawa usil ).
Hamidah     :     “ Kagak kog bang, aye masih betah disini, beneran deh bang.. ”
Samsul         :     “ Iye,janganlah dulu terburu-buru nak balek, nanti aje kalau rase masih betah. Oh iye Kamelia abang nak keluar sebenta, engkau abang tinggal tinggal dulu ye dengan Midah ” ( wajah Midah langsung kaget ).
Kamelia       :     “ Oww….. tapi nak kemane kea bang ni ? ”
Samsul         :     “ Abang nak mandi ke sungai sebenta ”.
Hamidah     :     “ Eee… ke sungai ye bang ye, kalau gitu aye jadi pulang deh.
                            Kan mumpung ada yang nemenin aye. ”
Kamelia       :     “ Uww…. Macam manelah Midah ni, tadi cakap masih betah ”.
Hamidah     :     “ Setelah aye pikir-pikir, mendingan aye pulang aje deh, ntar dicariin enyak lagi. Pan pas tuh jalan mau ke sungai leat juga rumah aye, nanti deh Midah kenalin sekalian abang ama enyak babe aye….. barangkali… he… he…”
Samsul         :     “ Ye tak ape-apelah kalau memang macam tu, jage rumah baek-baek ye Kamelia, Assalamualaikum ”.
Kamelia       :     “ Waalaikumsalam ( menggerutu sambil membuka surat ), macam manelah  Midah  tu,  tapi  syukurlah  die  juge  pergi ”  ( baca surat dr. Satrio ).

Kepada pujaan hatiku Kamelia,
Apa kabarmu adinda ? Kanda harap dinda selalu dalam perlindungan-Nya, Amin. Kabar kanda pun baik-baik disini. Maaf apabila telah lama menanti datangnya kabar dari kanda. Hal ini dikarenakan situasi dan kondisi kanda yang tidak memungkinkan dapat memberi balasan kabar untuk Kamelia. Saat ini kanda masih berada di kampung, baru saja minggu lalu kanda pergi lagi ke medan pertempuran. Berperang melawan Belanda. Sayangnya pasukan kita sedikit, sehingga kita kalah dan kandapun ikut terluka, tapi Kamelia tak usah gundah dan gelisah sekarang kanda sudah sehat dan bisa membalas suratmu. Mungkin karena kekuatan cinta kita yang membuat kanda terus bertahan dan berjuang. Seandainya Kamelia tahu teramat dalam kerinduan kanda padamu pukaan hatiku. Percayalah kanda begitu amat sangat merindukan Kamelia. Parasmu bak purnama bersinar selalu kanda kenang dan terngiang-ngiang diingatan serta meracuni seluruh nadi ini. ( sebentar mendekapsurat lalu membaca lagi ) Oh ya Kamelia, ada kabar baik untuk kita berdua,kanda diperbolehkan pulang sebentar. Kanda harap Kamelia dapat menanti kanda pada malambulan purnama di bulan Agustus di taman tepi utan. Kanda akan datang padamu tentulah dengan membawa sekantong hati untuk Kamelia. Kiranya sekian kabar dari kanda. Ingatlah sebentar lagi kita kan bersua. Ada satu permintaan kanda, kanda ingin Kamelia datang dengan sematan bunga dahlia di sanggulmu.  Wassalam.
                                                                                                                                                              Kekasihmu,
                                                                                                                                                                  Satria



( Kamelia merasa sangat bahagia demi mendengar kekasihnya datang )


BAG. III

                      Di suatu taman di bulan purnama, Kamelia duduk seorang diri menanti kekasihnya akan datang. Sekian menit, sekian jam dinanti tak kunjung datang, sesekali ia mengira yang datang adalah kekasihnya, tapi ternyata hanyalah orang-orang yang lewat disana. Puas sudah menunggu malampun semakin larut, lalu ia bergumam.
Kamelia       :  “ Kanda….  Dimane  ke  kanda  saat  ni,  ade  ape  lah  dengan  kanda, ade  sesuatu  ke  yang  menimpe  atau  kanda  lupe  dengan  janji  kite  ?  ( mengambil selipan bunga dahlia di sanggul ), meskipun bunge dahlia ni layu, Kamelia kan tetap menanti. Tapi …. Betulkah kanda akan datang ? Bukannye aku ragu, aku ni cume cemburu dengan purname yang bersinar tu. ( Sejenak termangu dan menggenggam surat dari satria, lalu dia bersenandung ).
                         Sekarang Kamelia taulah kanda ni takkan datang, Kamelia cume terbuai dengan rayuan kanda ”.
                         ( akhirnya Kamelia pun beranjak pergi, belum lagi selangkah melangkah, datang dua orang pemuda mencoba menggoda Kamelia ).
Pemuda 1:  “ Mau kemana nona manis… kok sendirian malam-malam begini ?”
Pemuda 2:  “ Iya, lagi kesepian ya… boleh dong kita temenin ” ( mencolek badan Kamelia ).
Kamelia       :  ( mulai sebal & setengah marah ) “ Hey janganlah kurang ajar kau ni ”
Pemuda 1:  “ Wuih…galak ! Masak begitu aja kok marah to mbak, ojo nesu mbak…nanti elek lho mukane ”  ( Menghalang-halangi Kamelia )
Pemuda 2:  “ Lha…daripada nganggur mendingan jalan sama kangmas Jaduk dan mas Sugina ” ( mengerdipkan mata )
Pemuda 1:  “ Duk, hati-hati kowe ngerayu,inikan adeknya Samsul to ? Anak kampung Melayu. ”
Pemuda 2:  “ O..begitu to ? Pantes kudengar dari jauh merdu buanget suaranya….kayak Siti Nurhaliza he..he..he..tapi nggak papa to kalau aku colek sedikit badannya, mumpung nggak ada Samsul. Ayo No…arep melu nyolek ora ?”
Kamelia       :  ( memukul tangan pemuda 2 tadi ) “ Jangan cobe-cobe nak pegang aku atau aku teriak ! ”
Pemuda 1:  “He…he…he..mau berteriak katanya Duk, piye ? Tapi…sik tak colek sithik. ” ( mencolek pipi ).
Kamelia       :  ( mulai gelisah & mengelak ) “ Tolong…tolong…! Tolong saye…! ”
Pemuda 2:  “ Mau panggil sopo ? Saiki wis gelap, ndak ada yang denger. Percuma ha..ha..ha..ha.. ” ( tiba-tiba dari balik hutan Samsul datang dan melihat adeknya dipermainkan oleh dua pemuda tadi, Samsul pun marah ).
Samsul         :  “ Hey awas kau ! lepaskan adekku atau kubuat mampus kau “ ( 2 pemuda tadi melepaskan tangan Kamelia tapi Samsul tetap menghajar dua orang tadi, lalu tiba-tiba datang Jarwo musuh Samsul ).
Jarwo           :  “ Ada apa ini ? ” ( dua pemuda tadi langsung menghampiri Jarwo dan mengadu ).
Pemuda 1:  “ Itu kang Jarwo, Samsul memukul kita berdua padahal kami cuma mau nganter adeknya kang. ”
Samsul         :  “ Bangsat !!! cakap ape kau ni ?! Sini kan ku buat patah batang leher kalian semue ! ”
Jarwo           :  “ Samsul !!! Aku tahu kau hebat tapi kamu jangan berani-berani lawan anak buah Jarwo ! Kalau kau memang bernyali, langkahi dulu mayatku. Aku juga masih ingat kekalahanmu kemaren, apa kau lupa ?! ”
Samsul         :  “ Tak payah banyak cakap kau Jarwo, lawan aje aku ! Jangan salahkan aku bile kubuat habis kau malam ni juge ! ” ( akhirnya terjadilah perkelahian sengit antara Jarwo dan Samsul, Kamelia mencoba melerai mereka tapi percume ).
Kamelia       :  “ Abang,  sudah  bang   berhenti !!  Janganlah  betengka bang…cukup…!! “ ( tak ada yang menghiraukan Kamelia ).
Samsul         :  “ Kamelia cepat kau pergi dari tempat ni ! cepat..! “
Kamelia       :  “ Tapi bang… Kamelia tak mau tinggalkan abang…”
Samsul         :  “ Bodoh !!! Nak mampus ke kau disini ? cepat pergi ! Dengarkan cakap abang ! cepat !” ( Kamelia tidak mau pergi, hanya menepi ).
Kamelia       :  “ Tidak, Kamelia tak akan pergi bang ! ”
Samsul         :  “ Terserah kau lah bile kau nak pilih mampus disini ! ”
Jarwo           :  “ Tenang Samsul…adekmu tidak akan kubunuh, justru sebaliknya akan kujadikan istri ketigaku. ”
Samsul         :  “ Diamkau !!! ” ( setelah lama berkelahi akhirnya Samsul menang juga melawan Jarwo dan anak buahnya babak belur )
Jarwo           :  “ Awas kau nanti, ingat akan kubayar hutangku padamu.
                         Sekarang kau boleh menang, tapi aku akan bales ini !! Cuih ”        ( Jarwo langsung lari ).
Kamelia       :  ( mendekati dan menuntun Samsul ) “ Abang…abang tak ape-ape ? Luke abang tampak parah, marilah kite cepat balek kerumah aje ”.
Samsul         :  “ Kemane aje kau ! Untung ade abang cube bile tak ade, mampuslah kau Kamelia ! ”
Kamelia       :  “ Maafkan Kamelia bang, tak ade maksud Kamelia nak susahkan abang, apalagi nak buat abang terok macam ni ”.
Samsul         :  “Ahh…sudahlah kite cakap dirumah aje ” ( Akhirnya mereka kembali pulang ke rumah ).






BAG. IV

                         Didepan teras Kamelia mengobati luka Samsul.
Samsul         :  “ Aku heranlah dengan kau ini Kamelia, entah ape yang timpe kau sekarang ni, ah ! abang tak tau lah. Ape sebenernya yang kau sembunyikan  dari abang ? kenape kau pergi tak cakap dulu dengan abang ?”
Kamelia       :  “ Ehmm.. emm sebetulnya Kamelia… tadi sedang nantikan seseorang ”.
Samsul         :  “ Seseorang..? Seseorang  ape  maksud kau ni ? Laki-laki atau perempuan ? !” ( penasaran ).
Kamelia       :  ( menunduk ) “ anu…hem… laki-laki bang ”.
Samsul         :   “ Ape ? jadi kau tadi jumpe dengan laki-laki dan abang tak tau ?! ”.
Kamelia       :  “ Kamelia tak jumpelah dengan Satrio, die tak datang, kami cume buat janji nak jumpe sebenta disane “.
Samsul         :  “ Owhh.. namenye Satrio. Orang mane ?!!!.
Kamelia       :  “ Anu… hmm.. dieorang Jawe ”.
Samsul         :  “ Orang Jawe !!! Kamelia.. Kamelia sudah berape kali abang cakap, janganlah  sekali  kali dekat dengan orang-orang Jawe macam mereke tu ! ” ( memukul meja ).
Kamelia       :  “ Tapi bang… Satrio bukan orang yang macam abang bayangkan, tak macam orang-orang Jawe tadi. Die seorang prajurit yang saat ini ade di medan perang melawan penjajah, die tu orang baek bang.. Dulu kami jumpe ketike kite datang pertame kali di pulau seribu. Masih inget kea bang ? Die yang selamatkan Kamelia, ketike Kamelia jatuh di pangkalan, ingat kan bang ? ”
Samsul         :  ( Sedikit berfikir ) “ Tak ” !!.. Pokoknye abang tak nak tau, lepaskan hubungan kau tu, abang tak ndak kau dekat dengan orang Jawe manepun, abang dah muak !!!! ”.
Kamelia       :  “ Abang diracun kepicikan akal dan otak yang kotor ! Kamelia ni tak sedang betaruh asal muasal tapi betaruh cinte bang…”
Samsul         :  ( ingin  memukul  Kamelia  lalu  diurungkan ) “ Tau  ape  kau  soal  cinte hah !!!!”.
Kamelia       :  ( masuk kedalam rumah sambil menangis )
Samsul         :  ( Lalu Samsul pun menyusul masuk tanpa rasa bersalah )



BAG. V


                Kamelia menyalakan lentera diteras rumah, beberapa saat kemudian Dahlia dan Nurul datang.
Kamelia             :   “ Eh Nur, Dahlia, sudah tibe rupanye ”.
Dahlia                :   “ Marilah kite pergi, ustadz sudah menanti ”.
Nurul                  :   “ Belum siap ke kau Kamelia ? ”.
Kamelia             :   “ Maafkan aku la… aku baru saje selesai menanak nasi. Jangan lah terburu-buru, lagipun Hamidah belum datang ”
Nurul                  :   “ Oh iye ye, kawan kite satu tu belum datang ”
Dahlia                :   “ Kite tunggu aje lah dulu ye ” ( Dahlia dan Nurul duduk di teras ).
Kamelia             :   “ Eiyy… ngape ni kalian duduk diluar, masuklah tak sopan orang orang tengok tamu duduk diluar malam-malam macam ni, mari masuk ”
Dahlia                :   “ Ah tak ape ape, disini ajelah ”
Nurul                  :   “ Oh ye Kamelie, kau punye banyak sulaman ke ? ”
Kamelia             :   “ Oh iye tentu, banyaklah aku punye ”
Nurul                  :   “ Boleh ke kami nak tengok sebenta, mane tau ade yang aku suke… boleh lah juge bile aku nak beli. Ye tak Dahlia ? ”
Dahlia                :   “ Iye, aku setujulah tu ”
Kamelia             :   “ Ah kalian ni bise aje,  marilah  masuk  ke  dalam,  biar  kukasih  tunjuk ” ( Mereka bertiga masuk kedalam lalu Samsul berselisih sebentar keluar sambil membawa ayam )
Samsul               :   “ Eh ade tamu kirenye, marilah masuk ” ( diteras Samsul menaruh ayam itu dalam kurunannya, sesaat kemudian Hamidah datang membawa rantang sambil tersenyum malu ).
Hamidah           :   “ Eh…. Ade abang, kebetulan deh abang disini, aye mau ”
Samsul               :   “ Owwwh… Midah, abang kire gadis manelah tadi, mari masuk, Kamelia dan kawan-kawan Midah sudah tunggukan Midah, "
Hamidah           :   “ Iye  bang…  bentar.  Aye   kesini   sekalian  mau  ngasih  ini  bang…. ( memberi rantangannya ) sayur jengkol kesukaan abang he… he….“
Samsul               :   “ Betulkah ??? Terime kasih banyak ye Midah, tapi tak payah lah kerap betul beri abang semur jengkol, nanti abang bise minte terus, payahlah Midah jadinye ”
Hamidah           :   “ Ah… abang bise aje, kagak ape-ape bang aye ikhlas kok. ”
Samsul               :   “ Kau pandai betulah memasak, jaranglah ade gadis macam kau ni 
Hamidah           :   “ Duh… abang jangan bikin jantung aye berdebar-debar, ayekan kagak enak hati bang ” ( menyenggol Samsul )
Samsul               :   “ Eh abang ni sungguh-sungguh ”.
Hamidah           :   “ Ah abang bise aje, aye pan malu bang… ” ( menyenggol lagi ).
Samsul               :   “ Malu  macam mane ni ? kau ni bile, malu tambah eloklah wajah kau tu ”
Hamidah           :   “ Ih… abang,, ( mencubit Samsul ) genit deh ! ngapa kagak dari dulu abang ngomong kayak gini… jadi pan kagak ade penyesalan diantara kite berdue bang ”.
Samsul               :   “ Kenape pulelah harus menyesal, bekenalan dengan orang sebaik Midah ni “
Samsul               :   “ Hamidah abang nak…… ”
Hamidah           :   “ Iye… bang… ” ( geer ).
Samsul               :   “ Hamidah………? “
Hamidah           :   “ Iye bang……… ”
Samsul               :   “ Midah…….? ”
Hamidah           :   “ Kenape bang…………..? ”
Samsul               :   ( berbisik ) “ Kawanmu dah diluar………. ”
Kamelia             :   “ Ehmm….. hmm ( mengagetkan Midah ). Eh Midah sudah datang rupanye “ ( sambil tertawa kecil ).
Dahlia                :   “ Kite ni dah lame nanti, kite sangke Midah tak ngaji… tapi taunye…? ” ( ha….ha…. ).
Hamidah           :   “ Eh kalian udah disini ya….. ”
Kamelia             :   “ Bawe ape kau tu Midah ? ”
Hamidah           :   “ Oh…… ini sayur jengkol buat abang elu, katanya pan kemarin habis sakit, banyak luka-lukanya, jadi ya aye pikir mendingan aye nengok sekalian gitu. Tapi bener deh…. Kagak ade ape-ape sama kite berdue, ye bang ye….. bener deh……. ”
Nurul                  :   “ Ade juge, tak ape-ape lah Midah, iye tak Kamelia ? ”
Kamelia             :   “ Iye betullah tu ”
Samsul               :   “ Cakap ape kalian ni ? Sudahlah abang nak masuk dulu, hati-hati ye di jalan ”
Kamelia, Midah,  Nurul  dan Dahlia : “ Iye bang ” ( Samsulpun masuk kedalam ).
Hamidah           :   “ Eh……. Kamelia…. Gimane kemarin, jadi kagak ketemuan ame Satria…. Ups ( Kamelia mendekap mulut Hamidah ) kenape…… ? “
Kameia              :   “ Jangan keras-keras, nanti dengaran oleh abang aku, meradanglah die ”
Hamidah           :   “ Ye….. emang ngapa sih abang lu pake marah segale ? ”
Nurul                  :   “ Taulah aku, pasti kau dilarang pacaran ye ? ”
Kamelia             :   “ Ssst…. Diam ! diam….. ! iye betul, tapi tak itu aje, yang lebih parah lagi aku tak jumpe dengan Satria, yang ade cume ketahuan bahwa aku ni punye pacar orang Jawe ”.
Dahlia                :   “ Owwh macam tu masalahnye, tapi ade ape dengan Satria, kenape die tak datang ? ”
Kamelia             :   “ Itu die masalahnye ( menunduk )…. Die…. Ah tak taulah aku, kenape die tak tepati janji, mungkin…. Die dah lupe dengan aku atau ade cinte lain dihatinye, aku tak tau lah ! Tapi sampai kapanpun aku nak nantikan die ”
Nurul                  :   “ Memang payah punye pacar prajurit perang, iye betulah kite tau die beperang membele rakyat, tapi di tengah kampung yang sepi itu, mungkin aje die rase kesepian, lalu cari gadis dese lah die disane, iye tak ? ”
Kamelia             :   “ Janganlah kau takuti aku macam tu ”
Dahlia                :   “ Betullah cakap Nurul tu, die tak punye maksud nak takutkan engkau, cume saje die beri gambaran kenyataan, kehidupan orang di medan perang tu kejam. Kadang mereke rase lapar, sakit dan letih, hingge mereke pun tak bise bepikir jernih lagi, yang penting bagi mereke tu… bagaimane buat mereke bahagai dir mereke sorang dan melepas rase tegang yang ade, tentulah kau tau sendiri gimane lelaki buat bahagia dirinya ”
Hamidah           :   “ Maksud elu, cari cewek gituan ? ”
Dahlia                :   “ Iye bukannye saat-saat tu, cume wanitelah yang bise buat mereke rase bahagia, apalagi kalau gratis…… hee….. he….. ”
Kamelia             :   “ Dahlia janganlah cakap macam tu, Satria tak mungkin buat laku macam yang kau cakap ”
Nurul                  :   “ Terserah kaulah Kamelia nak pecaya atau tak. Tapi kau tau kan, gimana dulu aku dikhianati oleh prajurit perang brengsek tu ”
Hamidah           :   “ Ha…….. ha…… ”
Nurul                  :   “ Hey kenape kau ni ketawe ?! ”
Hamidah           :   “ Pacarmu dulu tu bukan ngkhianatin elu, tapi emang kagak naksir elu, lagian pan dulu elu yang ngejar-ngejar die. Lupa apa ye…..? ( dipukul Nurul ) au… pakai acara ngasih semur jengkol lagi …. he… he…”
Nurul                  :   “ Iye tapi kau kini juge macam itu kan ? ”
Kamelia             :   “ Sudah ! sudah ! kalau macam ni terus, kapanlah kite jadi pergi, marilah tak payah dibahas lagi ” ( mereka pun akhirnya pergi ).



BAG. VI

                            Pasukan Jarwo datang dengan teriakannya yang berapi-api sehingga mengundang tontonan warga sekitar.
Jarwo                 :   “ Samsul, keluar kau….. !! Samsul ayo keluar ! jangan bersembunyi saja !……..ayo keluar !! “
Pasukan Jarwo :           “ Iya….. ayo keluar ! keluar ! keluar ! “
Samsul               :           “ ( keluar sambil menggeliat ) Hay….! Ade ape ni kau teriak-teriak, ganggu orang aje….! ”
Jarwo                 :           “ Hey…… Samsul kau jangan pura-pura tidak tahu ! semua warga disini sudah tau siapa kamu, kamu yang sering membuat onar dimana-mana ! Orang perantauan yang tidak tahu sopan-santun ! ini tanah kami, jangan sok jago kau disini ! ”
Samsul               :           “ Cakap ape kau ni…. alah…. Cakap ajelah kau nak bayar hutang kekalahan kau dulu  “ ( dengan santai duduk diteras )
Jarwo                 :           “ Kau jangan sembarangan ! aku kesini mewakii seluruh warga disini yang ingin mengadili kamu ! kamu sudah sepantasnya mendapat hukuman karena telah mengganggu ketentraman warga disini ! kamu sudah jadi pengacau ! ”
Pasukan Jarwo             :   “ Benar ! benar itu ! bakar saja rumahnya ! adili…..! hajar saja ! pukuli !! “
Samsul               :           “ Alamak jang…. Fitnah macam pule tu…… sejak kapan kau jadi jaksa Jarwo ? ”
Jarwo                 :           “ Aku hanya mewakili mereka saja….! Mereka sudah muak melihat kau yang suka membuat onar dan menggoda gadis-gadis, sudah lama mereka marah padamu hanya saja mereka takut…..! ”
Samsul               :           “ Jarwo……. Jarwo…… drame ape yang kau mainkan ni ? berape kau bayar  orang-orang  kau  tu  ???  kau memang pintar memutar balik fakta ! ”
Jarwo                 :           “ Lihat dia ! ( mendekati warga sekitar ) dia pintar sekali bersilat lidah. Jangan percaya dia ! sudah saatnya kalian terbebas dari ketakutan akan keonaran Samsul !!! ayo habisi dia….! Serang dia !!! ( berkelahi dengan Samsul dan disusul pukulan dari warga dan pasukan Jarwo ) mati kau Samsul !! habisi dia !! ”
                                        Setelah puas mereka memukuli Samsul yang sudah tergeletak tak berdaya. Kemudian Kamelia yang pulang dari pengajian sangatlah terkejut melihat abangnya yang tergeletak, apalagi setelah tau abangnya sudah tak bernyawa lagi.
Jarwo                 :           ( mengusir semua warga kecuali, pasukannya ) “….. Ayo bubar semua …….! ”
Kamelia             :           “ Abang……. Abang..…..abang  Samsul  !!!!  bangun…….  Abang…..!!! ( Kamelia menangis seadanya ) ”
Jarwo                 :           ( mencoba mendekap Kamelia lalu ditangkis ) “ Sudahlah…… Kamelia, abangmu sudah tak bernyawa lagi. Tenang masih ada aku……. Aku bisa jadi abangmu……. Lebih dari itupun bisa…… bagaimana ? ”
Kamelia             :           ( memukul Jarwo ) “ Bangsat kau !!! kau apakan abang aku ?! Ape salah die hah ?!?? ”
Jarwo                 :           “ Bukan aku…. Tapi kami semua warga disini, kamu tahu apa kesalahan  abangmu ?  Dia  tak  sopan  sebagai  warga  perantauan selalu berbuat  onar  dan  suka  menggoda  gadis-gadis,  sehingga  orang-orang disini  tak  tahan  lagi,  mereka  ketakutan,  dan…..  ini  hasilnya “ ( menunjuk mayat Samsul ).
Kamelia             :           “ Dusta kau !!! abang aku tak suke buat ribut, tak pernah menggoda gadis-gadis. Kau jangan pure-pure, aku tau siape kau, kau sengaje kan nak buat macam ni, itu karne kau dendam, Iye kan ?! Permainan kau sungguh kotor Jarwo !!!! ”
Jarwo                 :           “ Ha……. Ha… pintar juga kau menebak manis, tapi bukan hanya itu alasanku menghilangkan nyawa abangmu dimuka bumi, aku terlanjur jatuh hati padamu Kamelia…. Setiap kali aku lihat wajahmu…. Hasratku semakin panas…. Ayolah sayang kau  mau  kan  denganku….? ( memegang tangan Kamelia ).
Kamelia             :           ( Kamelia semakin gugup dan mundur perlahan ) “ Bajingan kau !!! pergi kau jangan dekat dengan aku !! ” ( melemparkan kayu ke badan Jarwo namun Jarwo semakin mendekat )

                            Ketakutan Kamelia semakin menjadi-jadi diantara dan ketakutan, semakin mundur ia melangkah hingga masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu, tapi Jarwo mendobraknya dan masuk kedalam.

Jarwo                 :           “ Ayo manis jangan takut, abangmu sudah tidak ada, percuma kau berteriak wargapun tak akan datang menolongmu Kamelia ”
Pasukan Jarwo:      “ Kang Jarwo….. kami boleh ikut ngga !? iya nih… udah nggak tahan ! lumayan barang bagus, bagi kang yo…. !? ”
Jarwo                 :           ( setelah menengok kanan kiri dan memastikan semua aman, Jarwo  menganggukkan kepala dan yang lain ikut masuk kedalam ) “ Tapi jangan ribut….! ”

                            Malang nasib Kamelia, dia diperkosa oleh Jarwo dan pasukannya, dari dalam rumahnya itu hanya terdengar teriakan berontak dan jerit tangis diiringi tawa puas birahi lelaki.
                            Setelah puas, mereka keluar rumah dengan menyeret Kamelia keluar yang hanya berbalut selimut. Lalu tak cukup itu, merekapun juga memporak porandakan rumah Kamelia dan pergi menyisakan amarah dan dendam. Tinggalah Kamelia meratapi nasib yang akan mengubah seluruh hidupnya


BAG. VII

                            Di taman tepi hutan yang rindang diperbatasan kampung datanglah seorang pemuda di remang purnama dengan balutan perban di tangankirinya dan sedikit memar di kepala, pemuda itu memanggil-manggil Kamelia.

Satria                 :           “ Kamelia…. Kamelia dimana kau, Kamelia aku sudah datang Kamelia…. ”
Kamelia             :           ( dari balik pohon Kamelia keluar dengan pakaian elok dan bunga dikepalanya )  “ Satria…. Satria…. ”
Satria                 :           “ Kamelia kau cantik sekali, sudah lama wajah ini aku rindukan apa kabarmu adinda ? ” ( menggenggam tangan Kamelia )
Kamelia             :           “ Kanda tengok sendiri kan ? Kamelia bahagia sangat, air terjun pun tak bise  gantikan  keindahan hati ni, kanda sendiri ape kabar ? Ape ni kanda ?? luke… ?? Kanda terluke ?? ” ( meraba luke di tangan dan kepala Satria )
Satria                 :           “ Ya…gara-gara luka inilah, aku tidak bisa menepati janjiku dulu padamu. Maafkan aku Kamelia, sudikah kiranya kau memberikan maaf untukku ? ” ( sambil mengajak Kamelia duduk di bangku ).
Kamelia             :           “ Jangankan maaf, semue akan kuberi. Andaipun kanda tak datang dan khianatkan Kamelia, tapi Kamelia kan selalu nantikan kanda disini. Bak syair pujangge. Ibarat bunge dahlia tak akan layu bile disiram cinte ”.
Satria                 :           “ Terima kasih kau baik sekali, dinda tau ketika kanda berangkat pulang kesini, Belanda menyerbu camp kami, banyak yang meninggal dan terluka, sehingga tak mungkin untuk……. ”
Kamelia             :           “ Ssstt…. Sudahlah yang kanda selamat. Senang sangatlah hati Kamelia,  kanda  berade disamping Kamelia,  rasenye  macam  mimpi ” ( Kamelia lalu bernyanyi )
Satria                 :           “ Kamelia… aku bawakan sesuatu untukmu….. lihatlah gelang ini sengaja aku beli dari pedagang gujarat. Pakailah kau pasti cocok. “
Kamelia             :           “ Indah sangatlah kanda… ( melamun ) hanye sayangnye…….. 
Satria                 :           “ Sayang….. ? apa maksud adinda ? ”
Kamelia             :           “ Ah tak ape ape. Seandainye kanda datang menepati janji pasti Kamelia tak akan sendiri ”
Satria                 :           “ Kanda tidak mengerti apa maksud Kamelia ? ”
Kamelia             :           “ Ah sudahlah kanda tak payah dipikirkan, Kamelia tak sungguh-sungguh. ( sesaat melamun lalu melihat purnama ) :Kanda sekarang waktunye Kamelia harus pulang, purname sudah tinggi ”
Satria                 :           “ Kenapa tergesa-gesa adinda ? ”
Kamelia             :           “ Kamelia harus balek, abang Samsul pastilah marah bile die tau kite disini. Kamelia permisi ye kanda…. Maaf Kamelia tak bise lagi temani kanda, tapi Kamelia senang akhirnya kanda penuhi janji. Assalamualaikum ” ( Kamelia lalu pergi di balik hutan meninggalkan rasa heran pada Satria )
Satria                 :           “ Kamelia… Kamelia… ( melamun lalu duduk ) mengapa begitu cepat dia pergi ? ah…. Mungkin dia takut pada abangnya ”.

                            Beberapa saat kemudian tanpa sengaja seorang pemuda lewat yang juga teman lama Satria kemudian berhenti menyapanya.

Bejo                    :          “ Satria !! kowe wis balik toh, wah curang kowe ora aweh kabar ndisik nek wis bali. ”
Satria                  :          “ Bejo…. Bejo kamu masih kayak dulu! ”
Bejo                    :          “ Ngapa kowe mbengi-mbengi neng kene ? ”
Satria                  :          “ He… he… ( tertawa malu ), aku baru ketemu bojoku ”
Bejo                    :          “ Bojo sing endi ? ”
Satria                  :          “ Kamu ini kayak ndak tau aja, siapa lagi, Kamelia anak kampung Melayu. ”
Bejo                    :          “ Kamelia… ? Edan kowe, ora guyon ? ”
Satria                  :          “ Sopo sing guyon ? baru saja dia pulang kerumah. ”
Bejo                    :          ( kaget dan mengelus bulu kuduknya ) ” kowe ora ngerti yo ? ”
Satria                  :          “ Tidak tahu apa ? ”
Bejo                    :          “ Kamelia kan wis mati nem wulan wingi “
Satria                  :          “ Apa maksudmu ? jangan buat aku bingung ?? ”
Bejo                    :          “ Temenan, yakin, dek mbiyen mase Samsul dikeroyok Jarwo karo kanca-kancane Jarwo nganti mati. Rumahnya diobrak-abrik… pokokke wis hancur ! melasi banget, terus Kamelia di… di… ”
Satria                  :          “ Di… diapakan Bejo… !? “
Bejo                    :          “ Di….  Diperkosa  Jarwo,  preman  pasar  karo  kanca - kancane  kae “ ( takut dan gugup )
Satria                  :          “ Tidak…….  Ndak  mungkin !  Kamu  pasti  mau  ngerjain  aku,  jawab !! “ ( Satria mencekik leher Bejo ).
Bejo                    :          ( sambil kesakitan ) “ Wani disamber gledek ! swer ! Maning bar Kamelia diperkosa, Kamelia ora dianggep maning nang kampung kiye, ono sing omong edan, ono sing omong strees…. Pokokke ora ono sing gelem nampung Kamelia, kanca-kancane dewek ora gelemnulungi, wedi kena sial…… akhirnya ( sedikit gugup ) ya…. Kaya kae kuwi, Kamelia akhirnya nganu…. nganu…. bunuh diri…. Hih! Aku dadi mrinding kiye ” ( lari lalu pergi meninggalkan Satria ).

                                        Digambarkan kisah terakhir sejak Kamelia diperkosa, terlunta-lunta hingga bunuh diri dengan sebotol kecil racun di depan reruntuhan rumahnya sendiri. Setiap lelaki yang lewat dilempari dan dipukuli, dia kira itulah orang-orang yang telah memperkosanya, dibayangannya Satria akan datang, hanya menangisi pabila sadar itu hanya khayal. Satria tak percaya mendengar kisah itu diam lalu berteriak-teriak memanggil Kamelia, dia berlari-lari seperti orang yang tidak waras, hingga tiba di depan reruntuhan rumah Kamelia tak ada apapun disana tapi Satria menemukan setangkai bunga dahlia yang diselip Kamelia dirambutnya diantara reruntuhan rumah Kamelia yang sekaligus menjadi kuburan tak bernisan..

Satria                     :       ( meremas bunga dahlia sambil terisak lalu berteriak )
                                        “ Kamelia……………..!!! ”





                                                                                                     Miracle of february 2004

BIODATA PENULIS

Nama                    : TRI AMALIA LESTARI
Lahir                      : Rantau, 28 Agustus 1984
Alamat                  : Jl. Sorogenen No. 27 C Nitikan, Umbulharjo
                                  Yogyakarta